Ada yang
berbeda ketika kutemui kau terdiam. Terpaku akan sesuatu yang rasanya tak bisa
kau pecahkan. Gelisah mu kini membuat ku terganggu. Terganggu akan sebuah
teka-teki kehidupan yang tak kau ingini. Meski matahari menyiram kami dengan
sinarnya, kau masih saja dingin dihadapanku. Kini kau benar-benar menjadi
sebuah misteri yang mainkan rasa sesuka hatimu.
Sedangkan aku masih berkutat dengan
perasaan yang tak bisa stabil. Sebuah gejolak hati yang membuat ku termangu menunggu
sebuah keajaiban datang. Saat-saat dimana aku hanya menghabiskan segala
keterkejutanku dengan membisu.
Memang salah ketika aku telah
memutuskan untuk memilih sesuatu yang tak tentu kusukai. Sebuah hal yang tak
sesuai dengan pilihan hati sebenarnya. Sehingga rasanya sangat berat ketika aku
melangkahkan kaki menaiki tingkat yang lebih tinggi. Bahkan ketika pijakanku
mulai pergi. Beribu strategi kulalui dan kuberikan senyum disetiap peristiwa
itu. Tapi entah mengapa, keikhlasanku terhapus akan ujian dan cobaan yang
mencoba ku runtuh.
Bahkan ketika matahari ini tak mau
mengalah, memberi padaku sedikit awan mendung tuk menenangkan hatiku. Ataukah
sebenarnya aku merasakan kemenangan atas kesendirian yang ku ciptakan sendiri.
Menjauhkan ku akan segala impian dan indahnya kemerdekaan merekam segala proses
kehidupan mencapai bunga-bunga kemenangan.
Impian itu tetap bersarang dihatiku, tetapi aku tak tahu
angin kan membawaku kemana. Bahkan untuk mengarahkan angin pun aku tak sanggup.
Angin itu terlalu kuat mengantarku pada kemunduran. Ya benar.. aku kini memang
bukan berada pada lingkungan yang menggunakan hati disetiap langkahnya. Mereka
lebih sering menggunakan pemikiran logika karena telah terbiasa memberikan
solusi secara konseptual logika.
Dalam kediamanku, tiba-tiba kau berikan secangkir teh hangat
didepan mataku. Pandanganmu memang tak seperti biasa. Kutahu kau menyimpan
kesedihan yang masih tak bisa kau tutup lubang itu. Seharusnya kulewatkan
lembaran ini dan kubiarkan kau selesaikan masalahmu dengan pasanganmu. Tapi
secangkir teh ini membuatku tak bisa beranjak pergi di samping peraduanmu.
Tepat musim semi ini, aku hanya memandang bunga-bunga yang
tlah merekah dengan indahnya. Tak tahu mengapa sepertinya secangkir teh hangat
ini menjadi teman membisu kami berdua. Tak ada yang aku katakan padanya. Tak
ada juga luapan cerita yang kudengar darinya. Yang kutahu secangkir teh hangat
ini membuatku menjadi hangat pula.
Di tengah kebisuan itu tak dapat terelakkan lagi, kami pun
berpelukan. Seorang perempuan berambut cepak yang biasa tegar dihadapanku kini ambruk
dibahuku. Aku hanya terdiam bersama secangkir teh hangat di genggaman jemariku.
Tak mungkin aku juga kan ambruk dihadapannya. Aku tahu akan semakin memperburuk
keadannya. Lagi-lagi aku harus menahan kesedihanku yang tak tertahankan lagi.
Yang kubisa hanya menggenggam erat tanganmu dan yakinkan
bahwa kita bisa melewati apa yang saat ini menjadi salah satu kemunduran kita. Aku
memang tak selamanya bisa bersamamu. Aku pun menyadari kau tak selamanya bersamaku.
Tapi biarlah aku menyimpan kesedihanmu dalam diam.
Sahabatku biarlah sungai nil ini
menjadi tanda keikhlasan kita menghadapi sebuah peristiwa perih menanti sebuah
kemenangan... kini baruku tersadar apalah arti tangis bagi kami berdua. Kini
baruku mengerti apalah arti sebuah nil yang kebebasannya selapang hati kami.
Kawan
aku pun memiliki impian, aku pun mencintainya. Sama halnya denganmu, cinta itu
tak selamanya menciptakan gelak tawa dan senyum ceria. Terkadang cinta bukan
hanya sebuah kasih akan tetapi pengorbanan cinta yang agung. Cintailah sesuatu
karena Allah. Kelak ketika dipisahkan titipkan doa kita padaNya agar selalu
melindungi apa yang kita cintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar