Kamis, 11 Oktober 2012

Secangkir Teh Penghangat Qolbu



             Ada yang berbeda ketika kutemui kau terdiam. Terpaku akan sesuatu yang rasanya tak bisa kau pecahkan. Gelisah mu kini membuat ku terganggu. Terganggu akan sebuah teka-teki kehidupan yang tak kau ingini. Meski matahari menyiram kami dengan sinarnya, kau masih saja dingin dihadapanku. Kini kau benar-benar menjadi sebuah misteri yang mainkan rasa sesuka hatimu.
            Sedangkan aku masih berkutat dengan perasaan yang tak bisa stabil. Sebuah gejolak hati yang membuat ku termangu menunggu sebuah keajaiban datang. Saat-saat dimana aku hanya menghabiskan segala keterkejutanku dengan membisu.
            Memang salah ketika aku telah memutuskan untuk memilih sesuatu yang tak tentu kusukai. Sebuah hal yang tak sesuai dengan pilihan hati sebenarnya. Sehingga rasanya sangat berat ketika aku melangkahkan kaki menaiki tingkat yang lebih tinggi. Bahkan ketika pijakanku mulai pergi. Beribu strategi kulalui dan kuberikan senyum disetiap peristiwa itu. Tapi entah mengapa, keikhlasanku terhapus akan ujian dan cobaan yang mencoba ku runtuh.
            Bahkan ketika matahari ini tak mau mengalah, memberi padaku sedikit awan mendung tuk menenangkan hatiku. Ataukah sebenarnya aku merasakan kemenangan atas kesendirian yang ku ciptakan sendiri. Menjauhkan ku akan segala impian dan indahnya kemerdekaan merekam segala proses kehidupan mencapai bunga-bunga kemenangan.
Impian itu tetap bersarang dihatiku, tetapi aku tak tahu angin kan membawaku kemana. Bahkan untuk mengarahkan angin pun aku tak sanggup. Angin itu terlalu kuat mengantarku pada kemunduran. Ya benar.. aku kini memang bukan berada pada lingkungan yang menggunakan hati disetiap langkahnya. Mereka lebih sering menggunakan pemikiran logika karena telah terbiasa memberikan solusi secara konseptual logika.
Dalam kediamanku, tiba-tiba kau berikan secangkir teh hangat didepan mataku. Pandanganmu memang tak seperti biasa. Kutahu kau menyimpan kesedihan yang masih tak bisa kau tutup lubang itu. Seharusnya kulewatkan lembaran ini dan kubiarkan kau selesaikan masalahmu dengan pasanganmu. Tapi secangkir teh ini membuatku tak bisa beranjak pergi di samping peraduanmu.
Tepat musim semi ini, aku hanya memandang bunga-bunga yang tlah merekah dengan indahnya. Tak tahu mengapa sepertinya secangkir teh hangat ini menjadi teman membisu kami berdua. Tak ada yang aku katakan padanya. Tak ada juga luapan cerita yang kudengar darinya. Yang kutahu secangkir teh hangat ini membuatku menjadi hangat pula.
Di tengah kebisuan itu tak dapat terelakkan lagi, kami pun berpelukan. Seorang perempuan berambut cepak  yang biasa tegar dihadapanku kini ambruk dibahuku. Aku hanya terdiam bersama secangkir teh hangat di genggaman jemariku. Tak mungkin aku juga kan ambruk dihadapannya. Aku tahu akan semakin memperburuk keadannya. Lagi-lagi aku harus menahan kesedihanku yang tak tertahankan lagi.
            Yang kubisa hanya menggenggam erat tanganmu dan yakinkan bahwa kita bisa melewati apa yang saat ini menjadi salah satu kemunduran kita. Aku memang tak selamanya bisa bersamamu. Aku pun menyadari kau tak selamanya bersamaku. Tapi biarlah aku menyimpan kesedihanmu dalam diam.
            Sahabatku biarlah sungai nil ini menjadi tanda keikhlasan kita menghadapi sebuah peristiwa perih menanti sebuah kemenangan... kini baruku tersadar apalah arti tangis bagi kami berdua. Kini baruku mengerti apalah arti sebuah nil yang kebebasannya selapang hati kami.
            Kawan aku pun memiliki impian, aku pun mencintainya. Sama halnya denganmu, cinta itu tak selamanya menciptakan gelak tawa dan senyum ceria. Terkadang cinta bukan hanya sebuah kasih akan tetapi pengorbanan cinta yang agung. Cintailah sesuatu karena Allah. Kelak ketika dipisahkan titipkan doa kita padaNya agar selalu melindungi apa yang kita cintai.